Kepada Rasulullah Saw.
Assalamu’alaikum ya Rasullullah,
Sebelum diriku tiba berbicara, sudah lalu tergambar di pikiran ini.
Betapa bahagianya dirimu di sisi Tuhan.
Betapa bertuahnya dirimu menjadi pilihanNya.
Sungguh beruntungnya dirimu ditabalkan menjadi utusanNya.
Dikaulah penghulu sekalian Nabi, pengiring anugerah untuk sekalian pan-ji-panji.
Ya Rasulullah…
Di kesempatan ini, aku ingin kabarkan padamu. Aku rindu padamu ya Rasulullah. Aku dambakan persuaan denganmu ya Rasulullah. Seringkali aku bertanya lega diri ini. Pada hayatku ini, aku belum sempat bertemu denganmu ya Rasulullah. Terpilihkah diriku ini untuk bersabung denganmu di akhirat sana? Ingin sekali kutatap cahaya muka indahmu. Kutadahkan tangan ini memohon sreg Illahi, mudahmudahan aku bisa dipertemukan denganmu.
Ya Rasulullah, lamun saja sekedar menatap pusaranmu, itu sudahlah cukup bagiku. Tapi berpeluangkah diri ini?
Ya Rasulullah…
Walaupun kita bukan perhubungan bersua, sirahmu menjadi pedoman hidupku. Engkaulah qudwahku. Betapa hebatnya perjuanganmu. Betapa tabahnya dirimu memufakati tarbiah dari Tuhan. Sipu lakukan diri ini berkata-alas kata.
Ya Rasulullah…
Diri ini ikatan berikrar untuk mengamalkan sunnahmu. Diri ini juga pernah berjanji kerjakan mencantumkan rantai perjuanganmu. Namun,seringkali aku rebah privat berjuang. Seringkali diri ini terasa lemah. Capek dan penat ya Rasulullah. Kaki ini telah gagal bakal terus melangkah. Aku gagal,ya Rasulullah.
Disaat diriku mendambakan dirimu bersamaku. Ingin aku adukan padamu awan kelabu yang aku rasa. Ingin aku adukan kesakitan yang aku berpenyakitan. Mau aku adukan barang apa-galanya ya Rasulullah. Malu diri ini untuk berhadapan denganmu. Aku malu dengan pengakuanku. Namun itulah yang aku lalui. Kucoba menelusuri sirahmu, ya Rasulullah. Mencari-cari semangat juang yang engkau tinggalkan. Mengutip kembali segenggam tabah yang engkau wariskan. Tapi aku patuh gagal buat bangun pecah kejatuhanku.
Lalu kucoba lagi,ya Rasulullah. Ku usap granula jernih yang jatuh minus henti. Ku kutip sisa-berak semangat yang masih berkaki. Aku akan terus menyedang,ya Rasulullah. Laksana harta nan jadi taruhan, andai kehidupan yang harus dikorbankan, akan aku buktikan. Demi meneruskan tentangan ini, aku sanggup ya Rasulku.
Ya Rasulullah…
Sungguhpun kita tidak pertautan bersua, sirahmu menjadi pedoman hidupku. Engkaulah qudwahku. Alangkah hebat perjuanganmu. Bukan main tabahnya dirimu mengakuri tarbiah dari Tuhan. Sipu diri ini buat merenjeng lidah-introduksi.
Ya Rasulullah…
Seandainya aku yang terlampau di zaman nan kurang baik ini dapat bertemu denganmu, yang hidup di zaman keemasan Selam, aku akan terlampau bersyukur. Aku ingin mematamatai sifat-sifat yang ki terpaku dalam dirimu, yang bijak dan banyak dibicarakan oleh sahabatmu. Kejujuran yang benar – benar kasatmata adanya. Kelebihan hatimu, serta seluruh
sifat-adat baikmu yang tak bisa kutemukan di zaman waktu ini.
Seluruh sahabat – sahabatmu bahkan mengambil air wadah wudhumu. Mengambil
rambut arena rukukmu. Itu semua dilakukan karena mereka tahu betapa besar segala berkah yang ada pada dirimu. Apalagi disana, seperti apapun keadannya, ia pelalah berbuat bijak.
Oponen yang gelojoh melemparkan kotoran padamu, momen engkau keluar rumah, kau hadapi dengan panjang usus. Bahkan engkau datang nan permulaan mana tahu kerjakan melawat orang itu detik ia remai.
Ya Rasulullah…
Alangkah bahagianya bila aku bisa bertemu denganmu. Berjumpa dengan makhluk seleksian sepertimu. Aku majuh kali berandai – andai atau berkhayal bila tubin aku dilahirkan kembali, aku adv amat bertarget bisa dilahirkan plong zamanmu.
Ya, Rasulullah…
Aku ini merasakan kelembutan tanganmu.
Kejernihan jiwamu.
Kepedulian dirimu plong seluruh umat.
Segala apa nan cak semau privat dirimu akan selalu menjadi nan terbaik bagiku.
Ya Rasulullah…
Barangkali hanya kaulah satu-satunya superior yang lega lilin batik hari menjaga umat-umatmu. Padahal umatmu tengah tertidur pulas di kasur ratu-raja. Perbuatanmu itu mencerminkan sungguh pedulinya ia sreg umatmu. Tak
itu saja. Ia bahkan rela tidak bersantap berhari-waktu demi kemaslahatan umatmu. Semua harta bendamu diberikan kepada yang bertambah berhak. Sampai-sampai bila engkau punya sepotong roti saja untuk mengganjal perutmu, dan jika ada pengemis yang nomplok menunangi, engkau pasti memberikannya dengan kudus. Jika engkau tidak mempunyai makanan, engkau berpuasa terus menerus.
Sungguh mulia dirimu ya Rasulullah.
Berabad-abad sudah berputih
namun namamu masih terpaku di hatiku
tidak pernah aku berlaga atau berjumpa denganmu
tak perikatan aku mematamatai langsung dakwahmu
namun sinar cahaya itu rani menebus jaman dan ruang
menembus perbedaan di antara seluruh umat anak adam
cahaya itu tak gayutan redup sampai akhir zaman
Rasulullah SAW , begitu agung namamu
bergetar hati ini , menangis , rindu berpatut mu
kangen pada suri tauladan nan kau berikan
ribang puas kesederhanaan dan kepedulianmu
rindu pada kesejahteraan yang kau ciptakan
Rasulullah SAW , rindu pada kepemimpinanmu
Cinta dan kasih caruk mu tiada musuh
Rahmatan Lil Alamin , memang itulah dirimu
Umatmu sekarang banyak yang sudah menjauhi suri tauladanmu
banyak nan sudah berubah dari koridor garis sediakala
sekali lagi saya merasa demikian
Rasulullah SAW , aku rindu padamu
kami rindu padamu
Rasulullah Nabi Muhammad SAW
Aku berpengharapan kilauan yang kau bopong tak kan pernah padam
Allahumma Solli Ala Muhammad
semoga shalawat itu akan tetap berdengung
hingga akhir musim nanti.
Wahai Rasul Penghulu Sinkron Nabi,
Maafkan aku, maafkanlah aku.
Di akhir qalamku ini.
Sekali pun cak hendak aku lafazkan.” Aku merindukanmu, ya Rasulullah..”
Ratih Ayu
Surat Cinta Untuk Rasulullah
Source: https://mymuttawiff.blogspot.com/2011/03/surat-cinta-untuk-rasulullah.html